ORGANISASI

PURNA PASKIBRAKA INDONESIA
 




























Setiap menjelang peringatan kemerdekaan Republik Indonesia, biasanya akan ada persiapan upacara. Disini, utamanya di lingkungan sekolah, akan tampil para pelajar yang akan bertugas membawa bendera dan mengibarkannya satu tiang penuh pada saat tanggal 17 Agustus. Mereka biasa disebut dengan istilah pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka), yang terbagi dalam tiga formasi sesuai tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia, yakni formasi 17 sebagai pengiring (pemandu), formasi 8 sebagai pembawa (inti), dan formasi 45 sebagai pengawal. 



SEJARAH PASKIBRAKA
Pada hari Jumat Legi di bulan puasa, tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10.00, naskah proklamasi dibacakan oleh Soekarno. Bendera Merah Putih dikibarkan dan lagu Indonesia Raya dinyanyikan.
Sebanyak 10 juta bendera Merah Putih kemudian disebar ke seluruh penjuru tanah air. Mulai tanggal 1 September 1945 setiap warga meneriakkan ucapan MERDEKA! sebagai salam setiap berjumpa. Salam ini dilakukan dengan mengangkat telapak tangan setinggi bahu.
Pada tanggal 3 Januari 1946 Presiden dan Wakil Presiden berpindah dikarenakan masalah keamanan menuju Yogyakarta pada malam hari dengan kereta api. 
Sejak itu pemerintahan berada di Yogyakarta dan Bendera Merah Putih berkibar di tiang bendera yang besar dan tinggi di depan Gedung Agung yang tampak lebih sepadan bila dibandingkan di tiang bendera di Pengangsaan Timur. Bendera Merah Putih berkibar dengan megah di halaman Gedung Agung setiap hari.
Tanggal 17 Agustus 1946 dilakukan peringatan ulang tahun pertama kemerdekaan Republik Indonesia di Yogyakarta.
Husein Mutahar, ketika itu sudah menjadi seorang ajudan Presiden Soekarno, dikenal juga sebagai pandu yang aktif diberi tugas untuk menyusun upacara pengibaran bendera. Ia mempunyai pemikiran bahwa untuk menumbuhkan rasa persatuan bangsa maka pengibaran bendera Merah Putih sebaiknya dilakukan oleh para pemuda yang mewakili daerah-daerah Indonesia.
Husein Mutahar kemudian memilih lima orang pemuda yang bermukim di Yogyakarta, 3 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Jumlah lima orang ini merupakan simbol Pancasila. 
Upacara bendera Pusaka Merah Putih di halaman Gedung Agung, Yogyakarta, dilaksanakan lagi pada tanggal 17 Agustus 1947, 1948 dan 1949 dengan menampilkan para pemuda dari daerah-daerah lainnya.
Belanda mengakui kedaulatan RI yang ditanda tangani pada tgl 27 Desember 1949. Setelah itu, Presiden Soekarno kembali ke Jakarta, dan ibukota Republik pun kembali ke Jakarta.
Bung Karno menempatkan bendera Merah Putih dalam sebuah peti berukir, saat turun dari pesawat yang pertama kali keluar adalah pengawal kehormatan mengiringkan Sang Merah Putih kemudian disusul penumpang yang lain yang disambut dengan pekik Merdeka-Merdeka!! oleh rakyat yang menyambut.
Sejak itu Bendera Pusaka dikibarkan di halaman Istana Merdeka pada detik-detik Proklamasi setiap tahun. 
Pada tahun 1967, Husein Mutahar yang menjabat sebagai Dirjen Urusan Pemuda dan Pramuka (UDAKA) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, diberi tugas untuk menyusun tatacara pengibaran Bendera Pusaka.
Beliau membentuk pasukan yang terdiri atas 3 kelompok yaitu; kelompok 17 sebagai pengiring/pemandu, kelompok 8 sebagai inti pembawa bendera, dan kelompok 45 sebagai pengawal.
Ini merupakan simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 (17-8-45). Pada waktu itu dengan situasi kondisi yang ada, beliau melibatkan putra daerah yang ada di Jakarta dan menjadi anggota Pandu/Pramuka untuk melaksanakan tugas Pengibaran Bendera Pusaka.
Pasukan ini kemudian disebut PASKIBRAKA (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka).
Semula rencana beliau untuk kelompok 45 (pengawal) akan terdiri dari para Mahasiswa AKABRI (Generasi Muda ABRI). Usul lain menggunakan anggota Pasukan Khusus ABRI (seperti RPKAD, PGT, MARINIR dan BRIMOB) juga tidak mudah, akhirnya diambil dari Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES) yang mudah dihubungi dan sekaligus mereka bertugas di Istana Negara Jakarta.
Pada 17 Agustus 1968, petugas pengibar Bendera Pusaka adalah para pemuda utusan propinsi. Tetapi propinsi-propinsi belum seluruhnya mengirimkan utusan sehingga masih harus ditambah oleh eks-anggota pasukan tahun 1967.
Pada masa Presiden Soeharto Bendera Pusaka di kibarkan hanya 2 kali, yaitu pada 17 Agustus 1967 dan 17 Agustus 1968 karena kondisi bendera yang tidak memungkinkan lagi.
Tanggal 5 Agustus 1969 di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh Presiden Suharto kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia.
Bendera duplikat (dari 6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1969 di Istana Merdeka Jakarta, sedangkan Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibar/diturunkan.
Pada tahun itu resmi anggota PASKIBRAKA adalah para remaja siswa SMTA se-Indonesia yang merupakan utusan dari 26 propinsi di Indonesia, dan tiap propinsi diwakili oleh sepasang remaja.
Dari tahun 1967 sampai tahun 1972 anggota yang terlibat masih dinamakan sebagai anggota "Pengerek Bendera".
Pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan PASKIBRAKA. PAS berasal dari PASukan, KIB berasal dari KIBar mengandung pengertian PENGIBAR, RA berarti BendeRA dan KA berarti PusaKA, mulai saat itu singkatan anggota pengibar bendera pusaka adalah PASKIBRAKA
Bendera Pusaka yang sudah rapuh ditempatkan di sebuah peti berukir dan dipakai untuk mengiringi pengibaran Duplikat Bendera Pusaka setiap 17 Agustus di Istana Merdeka.
Mulai tahun 1999 sampai sekarang Bendera Pusaka tidak mengiringi dalam pengibaran karena sudah sangat renta.

SEJARAH PURNA PASKIBRAKA INDONESIA
Pada tahun 1975, sejumlah alumni (purna) Paskibraka tingkat nasional berkeinginan untuk mendirikan organisasi alumni. Kemudian mereka menyampaikan keinginan tersebut kepada para pembina di Jakarta. Pembina menawarkan sebuah nama, Reka Purna Paskibraka (RPP), yang berarti persahabatan pada alumni Paskibraka. Kemudian digodok lagi menjadi Purna Eka Paskibraka (PEP), yang berarti wadah berhimpun dan pengabdian para alumni Paskibraka, dan resmi dikukuhkan pada tanggal 28 Oktober 1976.
Para alumni di Jakarta meneruskan gagasan pendirian RPP, dan di Bandung berdiri pula Eka Purna Paskibraka (EPP). Ketiga organisasi hanya terkoordinasi dibawah bidang binmud kanwil depdikbud dan belum membentuk forum komunikasi di tingkat pusat.
Tahun 1980, Direkorat Pembinaan Generasi Muda (PGM) berinisiatif mendayagunakan potensi alumni berbagai program termasuk program pertukaran pemuda Indonesia Kanada dan SSEAYP (Kapal Pemuda Asean Jepang). Organisasi itu bernama Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI). Selain Jakarta, Bandung, dan Jogya, seluruh Purna Paskibraka digabungkan ke dalam PCMI sampai dengan tahun 1985.
Surat Keputusan Dirjen Diklusepora No.Kep.091/E/O/1985 tanggal 10 Juli 1985, alumni Paskibraka dan pertukaran pemuda dipisahkan. Kemudian ditetapkan bahwa PPI adalah organisasi binaan yang bersifat regional dan provinsial, yang berarti organisasi PPI ada di tiap propinsi.
Purna Paskibraka Indonesia didirikan tanggal 21 Desember 1989 di Cipayung Bogor melalui Musyawarah Nasional I Purna Paskibraka Indonesia. Purna Paskibraka Indonesia adalah Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bertujuan : 
Menghimpun dan membina para anggota agar menjadi warga Negara Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, setia dan patuh pada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi Pandu Ibu Pertiwi.
Mengamalkan dan mengamalkan Pancasila
Membina watak,kemandirian dan profesionalisme,memelihara dan meningkatkan rasa persaudaraan, kekeluargaan, persatuan dan kesatuan, mewujudkan kerjasama yang utuh serta jiwa pengabdian kepada bangsa dan negara, memupuk rasa tanggung jawab dan daya cipta yang dinamis, serta kesadaran nasional di kalangan para anggota dan keluarganya. 
Membentuk manusia Indonesia yang memiliki ketahanan mental (tangguh), cukup pengetahuan dan kemahiran teknis untuk dapat melaksanakan pekerjaannnya (tanggap ) serta daya tahan fisik / jasmani (tangkas).
Purna Paskibraka Indonesia mempunyai fungsi : 
Pendorong dan pemrakarsa pembaharuan dengan menyelenggarakan kegiatan yang konstruktif sehingga dapat menjadi pelopor untuk kemajuan bangsa dan Negara. 
Wadah pembinaan dan pengembangan potensi anggota sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 
Pengurus Purna Paskibraka Indonesia disusun secara vertikal dengan urutan, yaitu :
- Pengurus Pusat berkedudukan di Ibukota Negara RI 
- Pengurus Propinsi berkedudukan di Ibukota Propinsi 
- Pengurus Kabupaten/Kota berkedudukan di Ibukota Kabupaten / Kota
Lambang Purna Paskibraka Indonesia adalah bunga teratai yang dilingkari rantai berbentuk bulatan dan segi empat berjumlah 16 pasang. Makna dari lambang tersebut adalah :
- Lambang berupa bunga teratai yang tumbuh dari lumpur (tanah) dan berkembang di atas air, hal ini bermakna bahwa anggota Paskibraka adalah pemuda dan pemudi yang tumbuh dari bawah (orang biasa) dari tanah air yang sedang berkembang dan membangun.
- Bunga teratai berdaun bunga 3 (tiga) helai tumbuh ke atas (mahkota bunga), bermakna belajar, bekerja, dan berbakti.
- Bunga teratai berkelopak 3 (tiga) helai mendatar bermakna aktif, disiplin, dan gembira.
- Mata rantai berkaitan melambangkan persaudaraan yang akrab antar sesama generasi muda Indonesia yang ada di berbagai pelosok penjuru (16 penjuru arah mata angin) tanah air.
- Rantai persaudaraan ini tanpa memandang asal suku, agama, status sosial, dan golongan, akan membentuk jalinan mata rantai persaudaraan yang kokoh dan kuat. Sehingga mampu menangkal bentuk pengaruh dari luar dan memperkuat ketahanan nasional, melalui jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan yang telah tertanam dalam dada setiap anggota Paskibraka.

SYARAT MENJADI PASKIBRAKA
Kriteria umum calon anggota Paskibraka adalah sebagai berikut :
1. Pendidikan: pelajar sekolah setingkat SMTA, berusia antara 16 - 18 tahun.
2. Mempunyai akhlak dan moral yang baik: mentaati kewajiban agama yang dianutnya, memahami norma-norma etika yang berlaku dalam masyarakat, berbudi pekerti luhur serta mempunyai tingkah laku yang baik; memahami, mempunyai dan melaksanakan etika, sopan santun pergaulan yang baik.
3. Berkepribadian: mudah dan pandai bergaul, bersahaja, sopan dan disiplin; mandiri, cerdas dan mempunyai prestasi akademis/sekolah yang baik.
4. Kesehatan: sehat jasmani dan rohani, sigap, tangkas dan licah; tegap, tidak cacat badan dan tidak berkaca mata, tinggi badan minimal: putra: 165 cm, putri: 160 cm; berpenampilan segar, bersih dan menarik.
5. Keterampilan: mahir baris berbaris, menguasai peraturan dan perlakuan tentang bendera kebangsaan dan dapat melaksanakan tugas pengibaran dengan baik; mempunyai pengetahuan umum secara daerah, nasional maupun internasional dengan sangat baik; menguasai/terampil melakukan budaya/kesenian daerahnya.

TAHAP SELEKSI
Seseorang yang akan menjadi anggota Paskibraka wajib dan harus melalui beberapa tahap seleksi, yaitu :
1. Seleksi tingkat sekolah.
Peserta dipilih dan diseleksi di sekolahnya oleh para guru.
2. Seleksi tingkat kotamadya/kabupaten.
Peserta dari perwakilan sekolah akan diseleksi di tingkat Kotamadya/ Kabupaten dengan materi: baris berbaris, tata upacara bendera, kesegaran jasmani/olah raga, tes tertulis, wawancara, kesenian dan lain sebagainya. Tes tertulis dan wawasncara meliputi bidang: pengetahuan umum, pengetahuan daerah, nasional dan internasional, kepemudaan, nasionalisme dan sejarah perjuangan bangsa.
Dari seleksi ini akan terpilih satu atau dua pasang calon anggota paskibraka yang akan mengikuti seleksi di tingkat propinsi. Bagi yang tidak lolos maka akan diseleksi lagi untuk terpilih sebagai anggota paskibraka tingkat kotamadya/kabupaten.
3. Seleksi tingkat propinsi :
Peserta test tingkat propinsi adalah peserta yang lulus tes di tingkat kotamadya/kabupaten di masing-masing propinsi, dengan materi seleksi sama dengan di tingkat kotamadya/kabupaten. Biasanya peserta di tingkat propinsi akan tinggal di asrama selama beberapa hari untuk mengetahui tekad, semangat dan kemandiran. Selain itu akan terlihat kebiasaan masing-masing peserta terutama dalam melaksanakan tugas sehari-hari seperti di rumahnya masing-masing misalnya mencuci, mengepel, membersihkan dan mengatur kamar dan lain sebagainya.
Dari seleksi tingkat propinsi akan terpilih sepasang utusan (satu orang putra dan satu orang putri) untuk menjadi anggota paskibraka di tingkat nasional. Bagi yang tidak terpilih akan bertugas sebagai anggota paskibraka di tingkat propinsi.
4. Anggota Paskibraka Nasional.
Anggota Paskibraka tingkat nasional adalah sepasang utusan tiap propinsi yang akan mengikuti pemusatan latihan selama satu bulan di Jakarta. Mereka akan bertugas pada puncak peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi di Istana Merdeka Jakarta. Dalam pemusatan latihan di asrama akan dilakukan seleksi untuk pembagian siapa saja para wakil dari 33 propinsi itu yang masuk ke dalam kelompok 17 dan 8. Selain itu, tentunya ada sejumlah tugas yang harus dijalankan di masing-masing kelompok. Sedangkan kelompok 45 berisikan Pasukan Pengawal Presiden (Paspampres). 




PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA

Sejarah

Latar belakang pembentukan PMII Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII:



  1. Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
  2. Tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
  3. Pisahnya NU dari Masyumi.
  4. Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung di HMI karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
  5. Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang nota bene HMI adalah underbouw-nya.
Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.


Organisasi-organisasi pendahulu

Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto.Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.
Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma'il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.


Konferensi Besar IPNU

Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:
  1. A. Khalid Mawardi (Jakarta)
  2. M. Said Budairy (Jakarta)
  3. M. Sobich Ubaid (Jakarta)
  4. Makmun Syukri (Bandung)
  5. Hilman (Bandung)
  6. Ismail Makki (Yogyakarta)
  7. Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
  8. Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
  9. Laily Mansyur (Surakarta)
  10. Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
  11. Hizbulloh Huda (Surabaya)
  12. M. Kholid Narbuko (Malang)
  13. Ahmad Hussein (Makassar)
Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.


Deklarasi

Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang,Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf "P" merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.


Independensi PMII

Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.
Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain.
Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya susah untuk direnggangkan.


Makna Filosofis

Dari namanya PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas kekhalifahannya.
Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.
“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka, progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized).
Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 45.


Visi
Dikembangkan dari dua landasan utama, yakni visi ke-Islaman dan visi kebangsaan. Visi ke-Islaman yang dibangun PMII adalah visi ke-Islaman yang inklusif, toleran dan moderat. Sedangkan visi kebangsaan PMII mengidealkan satu kehidupan kebangsaan yang demokratis, toleran, dan dibangun di atas semangat bersama untuk mewujudkan keadilan bagi segenap elemen warga-bangsa tanpa terkecuali.

Misi
Merupakan manifestasi dari komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, dan sebagai perwujudan kesadaran beragama, berbangsa, dan bernegara. Dengan kesadaran ini, PMII sebagai salah satu eksponen pembaharu bangsa dan pengemban misi intelektual berkewajiban dan bertanggung jawab mengemban komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat manusia dan membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan


 PARTAI RAKYAT MERDEKA


  1. Sejarah Berdirinya Partai Rakyat Merdeka
Partai Rakyat Merdeka (PRM) merupakan sekoci gerakan dari PMII diwilayah intra kampus sudah mulai dirumuskan sejak tahun 1999 dan di deklarasikan sebagai partai yang ikut dalam sistem demokratisasi di kampus sejak tahun 2000. Keberadaan partai politik di kampus sebagai kepanjangan tangan dari organisasi ektra kampus ini diilhami dari kondisi sistem perpolitikan yang terjadi di Indonesia pada waktu itu.
Kondisi Indonesia pasca reformasi yang memunculkan begitu banyak partai politik, mengimaginasi masyarakat untuk turut berdemokratisasi. Sehingga terciptalah satu ruang pembelajaran politik didunia kampus. Rumusan partai di PMII inilah yang kemudian melahirkan Partai Rakyat Merdeka (PRM) sebagai satu-satunya partai yang dilahirkan oleh PMII yang pada waktu itu diketuai oleh kang Awam Sanjaya sebagai ketua partai pertama.
Berdirinya PRM juga tidak muncul dari ruang kosong. Membutuhkan waktu hamper satu tahun dalam mendiskusikan beberapa aturan dan mekanisme dalam berpartai. Selain itu juga, dalam waktu yang cukup lama para pendiri PRM berhasil merumuskan nilai-nilai perjuangan partai dan paradigma partai politik.  
Nilai-nilai perjuangan dan paradigm PRM inilah yang menjadi ruh dari gerakan yang seharusnya bisa diimplementasikan oleh beberapa kader partai yang didelegasikan oleh beberapa kader partai yang didelegasikan di intra kampus.
  1. Kritis Humanis Profesional  
Kritis-Humanis-Profesional merupakan landasan yang nantinya melahirkan beberapa nilai-nilai perjuangan PRM. Dan, yang dimaksudkan dari landasan ini adalah sebagai berikut : 
a.       Kritis
Pemahaman kritis dalam hal ini tidak jauh berbeda dengan pemaknaan kritis yang selama ini dipakai oleh PMII. Kritis dalam hal ini mempunyai empat kartakter pemikiran
1.       Berfikir secara dialektis
2.       Berfikir secara empiris-historis
3.       Berfikir dalam kerangka teori dan praksis
4.       Dan berfikir dalam sebuah realitas yang terus berjalan (working reality).
b.      Humanis
Humanis sangat erat hubungannya dengan dunia pendidikan yang pada dasarnya visi pendidikan adalah memanusiakan manusia. Menciptakan pendidikan yang humanis yang bisa di terima oleh semua kalangan dan tidak memarjinalkan kelompok tertentu. Serta dalam prinsip humanis inilah kita sebagai kader PRM dintuntut untuk bisa berinteraksi secara baik dengan beberapa kelompok yang lain.
c.       Profesional
Partai sebagai ruang pembelajaran politik dikampus harus benar-benar diterapkan secara profesional. Bagaimana cara kita masuk dalam sistem kekuasaan dan mengawal sitem kekuasaan tersebut. Dari paradigma inilah yang kemudian melahirkan beberapa nilai-nilai perjuangan partai politik.
  1. Lima Perjuangan Partai
Ada 5 nilai perjuangan partai yang dirumuskan sebagai sebuah visi gerakan dari Partai Rakyat Merdeka (PRM). 5 perjuangan itu adalah : 
  1. Pendidikan murah untuk rakyat
UIN yang dulunya adalah IAIN yang diberi label sebagai kampus putih-kampus rakyat memang sangat identik dengan mahasiswa-mahasiswa yang status ekonominya adalah menengah ke bawah. Sehingga sangat wajar ketika UIN mampu untuk mengenyam dunia pendidikan di Perguruan Tinggi.
Dari realitas inilah satu nilai perjuangan partai dirumuskan bahwa, pendidikan murah untuk rakyat menjadi nilai yang wajib diperjuangkan sampai kapan pun. 
  1. Tolak komersialisasi pendidikan
Untuk menciptakan pendidikan yang murah untuk rakyat, kita sebagai kader pergerakan harus mammpuu menganalisis setiap regulasi aturan yang diterapkan. Dan itu menjadi kewajiban kader PRM untuk mengetahui setiap regulasi aturan yang sedang dan sudah diterapkan.
Sehingga ketika ada regulasi aturan yang mengarah kepada sistem komersialisasi pendidikan, regulasi kader PRM harus berani menyuarakan untuk menolak setiap aturan yang itu berujung pada sistem komersialisasi pendidikan.
  1. Kurikulum berbasis kerakyatan
Dalam nilai perjuangan yang ketiga ini lebih memfokuskan kepada sistematika pengetahuan yang ada dikampus UIN sebagai kampus rakyat. Sistematika pengetahuan yang diidealkan PRM adalah sistem pengetahuan atau kurikulum yang lebih memprioritaskan kepentingan mahasiswa sebagai rakyat Indonesia yang menjungjung tinggi harkat dan martabat bangsanya. Bukan sebuah kurikulum yang akan menciptakan mahasiswa sebagai buruh-buruh bagi bangsanya sendiri.
  1. Menciptakan ruang kelas sebagai ruang dialektika pengetahuan
selain mendorong sistem pengetahuan berupa kurikulum berbasis kerakyatan, sesuai dengan nilai perjuangan selanjutnya kader PRM harus mampu mendorong metode pendidikan yang ideal bagi mahasiswa yaitu dengan menciptakan ruang kelas sebagai ruang dialektika pengetahuan.
Ruang kelas tidak hanya menjadi ruang hegemoni pengetahuan dosen sebagai subjek dan mahasiswa sebagai objek, yang seharusnya terjadi adalah ruang kelas haruslah menjadi ruang dialektika pengetahuan dimana mahasiswa juga menjadi subjek untuk berdialektika dengan dosen tertentu dan objeknya adalah pengetahuan itu sendiri.
  1. Menciptakan ruang relasi kuasa makna
Nilai perjuangan partai terakhir ini adalah sebuah pola perjuangan di luar sistem kampus tapi lebih kepada wilayah sistem nalar. Ruang kekuasaan yang tercipta harusnya bisa menghegemoni nalar mahasiswa yang ada di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Dan dalam menghegemoni nalar mahasiswa membutuhkan beberapa ruang baru dalam mengimplementasikan pengetahuan yang itu harus dilakukan oleh kader-kader PRM yang masuk dalam sistem kekuasaan.
  1. Sejarah perjuangan PRM Fakultas Dakwah
Dalam catatan sejarahnya, PRM Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta telah banyak memberikan sumbangsih terhadap sekian hal yang terjadi dalam dinamika perpolitikam di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Hal ini bisa dilihat dari rekam jejak yang selama ini telah terjadi. Bahwa ketua pertama dari PRM kang Awam Sanjaya merupakan kader dari PMII Rayon Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dan DPW PRM Rayon Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pernah mendelegasikan kadernya untuk menjadi presiden mahasiswa dan ketua senat universitas.
Disisi yang lain DPW PRM Rayon Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta juga bersifat kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang terjadi di Fakultas Dakwah itu sendiri. Dan yang terpenting prestasi dan juga sejarah tidak hanya untuk menina bobokan kita sebagai kader PRM saat ini. Akan tetapi menjaga tanggung jawab sejarah yang besar itu tidaklah mudah. Oleh karena itu, kesungguhan dan komitmen kerasa dari sahabat-sahabat kader PRM sangat dibutuhkan dalam mengawal proses pembelajaran politik di dunia kampus saat ini.

PEMILWA 2011
Pada PEMILWA tahun 2011 ini Partai Rakyat Merdeka kembali mendelegasikan kader-keder terbaiknya dan alhamdullilah Partai Rakyat Merdeka masih di percaya oleh mahasiswa untuk melaksanakan pemerintahan kampus dan mengawal semua kebijakan yang di telorkan oleh birokrasi.


Kader Terbaik Partai Rakyat Merdeka Fak. Dakwah Yang Sukses Di PEMILWA 2011
1. Ayu Fachratul islami (Ketua SEMA-F Dakwah)
2. Ahmad Ali Mansyur S (Ketua BEM-F Dakwah)
3. Achyar Machmudi (ketua BEM-J KPI)
4. Abdul Latif (BEM-J BKI)
5. Rahayu Kurniasih (BEM-J PMI)
6. Bdrianto (BEM-J MD)

Site Search