Senin, 28 November 2011

Sabtu, 26 November 2011

Menakar Nasionalisme Kaum Pelajar


Menakar Nasionalisme Kaum Pelajar
Oleh : Agus Syahputra

Perdebatan mengenai nasionalisme para pelajar yang lebih memilih mendukung atlet dari Negara lain pada even Sea Games ke XXVI mestinya tidak perlu berkepanjangan. Pasalnya, masalah yang diperdebatkan adalah permasalahan klasik serta tidak esensial. Sederhananya, jiwa nasionalisme tidaklah semata diukur dari hal semacam itu.
Berbicara nasionalisme sama sekali tidak ada takaran yang pasti. Persoalannya, bahwa para pelajar itu  telah menerima uang dari pihak tertentu untuk memberikan dukungan keparda salah satu negara yang ikut berlaga dalam pesta olah raga Se- Asia Tenggara tersebut adalah sah-sah saja, karena mereka hanya sekadar memeriahkan, bahkan tidak ada sama sekali terlintas dalam pikiran mereka untuk menjual rasa nasionalismenya.
Ibarat kata pepatah, ke manapun seseorang merantau, niscaya suatu saat ia akan kembali ke kampong halamannya. Hal ini mengisyaratkan bahwa, meskipun seseorang, dalam konteks Sea Games, malah justru mendukung negara lain, maka ia pun pasti tidak akan melupakan tanah di mana ia dilahirkan. Bahasa sederhananya, para pelajar tersebut, dalam hati terkecilnya pasti tetap mendukung Negara di mana ia dilahirkan. Terlebih, meraka hanya mendapatkan tugas untuk ikut berpartisipasi dalam menyukseskan pesta olah raga tersebut untuk memperlihatkan  bahwa Indonesia sebagai tuan rumah mampu menjadikan ajang Sea Games ini sebagai alat diplomasi serta menjalin persahabatan sekaligus pemersatu negara-negara di Asia Tenggara.
            Dengan demikian, kebijakan panitia penyelenggara yang menginstruksikan kepada beberapa sekolah untuk memberikan dukungan kepada negara yang ikut berlaga merupakan tujuan yang mulia dan semua yang dilakukan oleh para pelajar tersebut merupakan sikap nasionalisme yang tinggi, karena mereka ingin memberikan citra baik untuk bangsa ini. Semestinya persoalan tersebut tidak ditanggapi dengan sikap antipati, karena banyak hal yang harus kita selesaikan terkait masalah nasionalisme dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan pesta olahraga seakbar sea-games ini.
            Ada  banyak hal yang harus kita selesaikan mengenai nasionalisme anak bangsa. Sebab, kita sama-sama menyadari bahwa jiwa nasionalisme sedang mengalami degradasi yang cukup menghawatirkan, seperti, kasus tawuran antar pelajar yang sampai saat ini belum teratasi, konfilik yang terjadi di masyarakat, gerakan sapararis yang bergejolak di beberpa daerah dan lain sebagainya. Padahal, beberapa persoalan tersebut lebih substansial karena mengancam kesetabilan negara serta menggiring bangsa ini kepada disintegrasi. Inilah sebenarnya persoalan besar yang akan terus mengancam nasionalisme anak bangsa kita dan patut diperhatikan secara bersama.
            Terlepas dari itu, fakta yang menunjukkan bahwa  praktek kekerasan antar anak bangsa yang terus bergejolak adalah realita yang mestinya pertama kali dijadikan sorotan tajam jika kita ingin memperdebatkan nasionalisme anak bangsa ini dan bukan persoalan kecil yang sebenarnya tidaklah perlu diperdebatkan itu.
            Menurut penulis, ada beberapa hal yang harus menjadi prioritas utama dalam mengembalikan semangat nasionalisme tersebut. pertama, peran lingkungan sekola dalam membentuk karakter paserta didik. Kedua, peran aktif organisasi pemuda sangat diharapkan dalam memberikan pemahaman nasionalisme di kalangan pemuda. Ketiga, memberikan perhatian khusus kepada masyarakat yang berada di daerah konfilik dan daerah perbatasan. Yang terakhir adalah peran pemerintahlah yang dituntut aktif untuk mengapresiasi lembaga yang mengkampanyekan semangat nasionalisme anak bangsa.
            Dengan demikian, persoalan nasionalisme tidak akan menjadi perdebatan yang panjang lagi sehingga tidak akan ada pemaknaan yang keliru terhadap nasionalisme. Sebab, yang kita inginkan bukanlah nasionalisme semu, tetapi nasionalisme yang substansial. Dan dalam konteks kaum pelajar, jiwa nasionalisme dapat ditumbuh-kembangkan dengan banyak cara, sikap dan kesadaran merekalah yang harus terus dipupuk.

Kamis, 24 November 2011



BANTUL:  Kejaksaan Negeri Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menolak sumbangan yang dikumpulkan dalam aksi penggalangan dana ‘koin keadilan’ dari lembaga swadaya masyarakat’Gerakan Rakyat Bantul Anti Korupsi’.
Penolakan ‘koin keadilan’ yang dikumpulkan LSM Gerakan Rakyat Bantul Anti Korupsi (Gebrak) dalam rangka memberi bantuan stimulan Kejari Bantul untuk mengusut kasus dugaan korupsi Bantul Radio oleh pemerintah setempat itu, terjadi di depan gedung Kejari Bantul.
“Kalau adik-adik (para pengunjuk rasa) ingin menyumbang, ‘monggo’ (silakan) dikumpulkan, namun terus terang kami saat ini belum bisa menerima. Bukannya kami menolak bantuan, kami mohon kerelaan dan keterbukaan kalian,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Bantul Retno Harjantari Iriani.
‘Koin keadilan’ yang akan diberikan kepada Kejari Bantul itu sebesar Rp303.800, yang diperoleh dari penggalangan koin dari para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bantul, dan masyarakat pengguna jalan, dalam perjalanannya sebelum LSM sampai gedung Kejari Bantul.
Koordinator aksi Agus Syahputra mengatakan penggalangan koin tersebut sebagai bantuan awal mereka untuk mendukung Kejari Bantul dalam mengusut kasus Bantul Radio, karena Kejari terkendala dana untuk menyewa tim “aprassial” sebesar Rp185 juta.
“Apabila nanti satu atau dua bulan tidak ada niat atau tindakan untuk menyelesaikan, maka kami akan turun ke jalan lagi untuk mengumpulkan koin guna membiayai pengusutan kasus Bantul Radio,” katanya.
Namun, kata dia, karena ‘koin keadilan’ tidak diterima Kejari Bantul, dan para pengunjuk rasa bersikukuh ingin menyerahkannya, maka ‘koin keadilan’ di dalam kotak kardus besar berisi nominal sebesar Rp303.800 itu hanya diletakkan di depan gedung Kejari Bantul.
“Silakan diterima, atau akan kami tinggalkan di Kejari, tidak tahu untuk apa, yang jelas uang ini sebagai dana stimulan, dan ini murni dari masyarakat. Kami ikhlas agar Kejari segera bertindak, dan kasus tidak mangkrak selama dua tahun,” katanya.
Ketika ditemui wartawan saat memasuki gedung Kejari Bantul, Retno mengatakan pihaknya tetap tidak bisa menerima sumbangan (koin keadilan) itu, karena pihaknya menilai akan menjadi gratifikasi.
“Kalau saya terima kan berarti gratifikasi, malah mengajari korupsi, karena itu uang dari masyarakat. Sebagai instansi pemerintah ada prosedurnya, dan yang paling tepat adalah Dinas Sosial,” katanya.
Aksi penggalangan ‘koin keadilan’ oleh LSM Gebrak menindaklanjuti pemberitaan di sejumlah media massa, beberapa waktu lalu, dimana Kejari Bantul melalui Kasi Intel Putro Haryanto mengaku tidak mempunyai anggaran untuk menyewa tim ‘apprasial’ sebesar Rp185 juta.
Menurut LSM Gebrak, PT Sucofindo adalah pihak yang akan disewa Kejari Bantul untuk menghitung nilai aset Radio itu sebelum dibeli Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul.
Radio yang semula berada di Kabupaten Sleman itu, belum mempunyai izin penyelenggaraan penyiaran (IPP).

tvOneNews: Kritik Kinerja Kejari Bantul, Mahasiswa dan Warga Kumpulkan Koin Keadilan - Kabar Pagi


Bantul, (tvOne)
Puluhan mahasiswa dan warga Bantul Yogyakarta mengumpulkan koin untuk diberikan kepada Kejaksaan Negeri Bantul, (Rabu (23/11). Aksi itu dilakukan sebagai bentuk keprihatinan mereka karena Kejari Bantul dinilai lamban mengusut tuntas kasus dugaan korupsi pengadaan Radio Bantul.

Dengan membawa kotak sumbangan, sekelompok mahasiswa yang menamakan dirinya Gerakan Rakyat Bantul Berantas Korupsi itu langsung menyambangi para anggota Dewan DPRD Bantul.

Mereka meminta sumbangan koin keadilan secara sukarela kepada para anggota dewan. Tak hanya di Gedung DPRD Bantul, aksi koin keadilan juga dilakukan di sejumlah perempatan dan lampu merah.

Koin tersebut kemudian diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Bantul.

http://video.tvonenews.tv/arsip/view/51312/2011/11/24/kritik_kinerja_kejari_bantul_mahasiswa_dan_warga_kumpulkan_koin_keadilan.tvOne

Site Search