Selasa, 17 Mei 2011

Jalan Terjal Reformasi

Jalan Terjal Reformasi
(Refleksi Peringatan 13 Tahun Reformasi)
Oleh : Agus Syahputra
Perjalanan panjang bangsa ini tak lepas dari problematika kehidupan bernegara. Arif kiranya, bila kita mengenang reformasi 1998 sebagai bagian dari lipatan sejarah bangsa yang dapat diabaikan. Menurut sejarah, tragedi ini meletus dikarenakan banyak kalangan yang tidak percaya pada rezim Soeharto. Dengan gaya kepemipinan otoriter membuat masyarakat marah sekaligus muak karena mengekang aspirasi serta menutup diri dari kritik. Bahkan lebih parah lagi, pada masa orba banyak masyarakat hidup miskin dan melarat. Praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) marak, krisis finansial (krisis moneter) mengakibatkan stabilitas pembangunan nasional terhambat, sirkulasi perekonomian nyaris terhenti, dan berimbas pada konstalasi ekonomi-politik dunia jadi terhambat.
Kebijakan tersebut mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Soeharto. Sehingga banyak kalangan melakukan konsolidasi politik untuk menggagas kepemimpinan baru. Gagasan itu mampu menggerakan semua elemen masyarakat untuk melakukan perubahan. Meletuslah gerakan reformasi 13 tahun silam, yang berujung pada tumbangnya rezim Soeharto yang sebelumnya bertahan 32 tahun.
            Gagasan besar mengenai reformasi muncul seiring dengan keinginan masyarakat untuk melakukan perubahan besar terhadap negara Indonesia. Demonstrasi besar-besaran dilakukan oleh beberapa organisasi mahasiswa dan beberapa elemen masyarakat. Namun, Soeharto justru tidak menggubris gerakan demonstarasi tersebut, bahkan tidak percaya bahwa gerakan itu akan mampu menumbangkan kursi kekuasaannya. Soeharto keliru. Sebab, fakta di lapangan menunjukkan pada saat gerakan demonstrasi tersebut berlangsung, Soeharto akhirnya dipaksa mundur dari kursi kepemimpinan negara karena situasi memang sangat sulit dikendalikan.
Puncak kemarahan rakyat Indonesia kepada rezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto bermula dari tindakan brutal aparat keamanan terhadap mahasiswa yang sedang berdemonstrasi sehingga mengakibatkan empat mahasiswa Trisakti tewas dalam insiden berdarah itu. Gerakan mahasiswa pun semaki meluas sampai ke seluruh penjuru daerah di Indonesia.
Semua elemen turut berpartisipasi dan turun jalan menuntut  agar presiden Soeharto segera turun dari jabatannya dan bertanggung jawab atas kematian empat mahasiswa Trisakti yang menjadi korban tindakan brutal aparat keamanan. Ini adalah tragedi kemanusiaan, sehingga sulit untuk dimaafkan. Akhirnya, presiden Soeharto terpaksa harus mengundurkan diri  akibat dorongan dilakukan para elite politik dan dukungan moral dari negara-negara luar supaya Soeharto turun dari jabatannya. Turunnya presiden Soeharto dari kursi kepresidenan menandakan bahwa rezim Orde Baru sudah tumbang dan era reformasi menjadi babak baru perjalanan bangsa Indonesia.
Evaluasi Reformasi
            Dalam perjalanannya, reformasi tidak menunjukan hasil maksimal. Mulai dari BJ Habibi menggantikan Soeharto tidak membawa dampak signifikan terhadap perubahan bangsa, karena pada masa itu masih banyak  terjadi konflik antar agama dan etnis. Bahkan kesalahan terbesar yang dilakukan oleh presiden BJ. Habibi ialah memberikan kemerdekaan terhadap Timur-timur.
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang memenangkan pemilu tahun 1999 diharapkan bisa membawa perubahan bangsa Indonesia, namun Gus Dur tidak bertahan lama dikarenakan  kekuasaannya terjungkal oleh konspirasi elit. Pemerintahan Gus Dur berakhir diganti Megawati.
            Sejalan perubahan waktu Megawati digantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY yang sudah beranjak dua priode juga tidak mampu melakukan perubahan yang berarti. Cita-cita reformasi  yang menuntut kebebasan berfikir dan berekspresi belum begitu memuaskan masyarakat, KKN semakin merajalela, hak-hak keadilan masyarakat semakin terenggut oleh mereka yang berduit, dan pemerintah sama sekali tidak peduli akan hal itu.  Lantas apa yang menyebabkan reformasi mandul? Dan siapa yang harus bertanggung jawab?
Menurut penulis, kegagalan gerakan reformasi dikarenakan tidak mempunyai konsep berbangsa dan  bernegara yang jelas sehingga reformasi justru dianggap tidak menjadi solusi yang baik untuk menggantikan orba. Mahasiswa yang menjadi garda terdepan dalam menuntut reformasi hanya salah satu kelompok dari banyak kelompok yang bergerak memukul sehingga  setelah itu mahasiswa tidak punya konsep jangka panjang. Kondisi itu oleh Riswanda Immawan disebut politik pintu roboh.
Maka dari itu, kondisi ini menuntut tugas kita bersama. Cita-cita reformasi akan terwujud nyata apabila semua elemen bisa berjalan secara sinergis dalam mengawal tuntutan reformasi demi terwujudnya pilar  negara  yang kuat, masyarakat yang bebas beraspirasi, dan negara yang bersih dari KKN. Dan jika cita-cita mendasar tersebut belum terwujud, maka dapat dikatakan bahwa reformasi belum usai, dan tugas utama negara saat ini ialah menuntaskan tuntutan reformasi yang merupakan keinginan besar rakyat Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

Site Search